Wawasan Nusantara telah diterima dan
di sahkan sebagai konsepsi politik kewrganegaraan yang termaktup/tercantum
dalam dasar-dasar beikut ini:
- Ketetapan
MPR Nomor IV/MPR/1973 tanggal 22 Maret I973
- TAP MPR
Nomor IV/MPR/1978 tanggal 22 Maret 1978 tentang GBHN
- TAP MPR
Nomor II/MPR/1983 tanggal 12 Maret 1983
Ruang lingkup dan cakupan wawasan
nusantara dalam TAP MPR ’83 dalam mencatat tujuan pembangunan nasional:
- Kesatuan
politik
- Kesatuan
ekonomi
- Kesatuan
social budaya
- Kesatuan
pertahanan keamana
Wawasan Nusantara merupakan sebuah
alat yang menyatukan semua kepulauan yang ada di Indonesia. Sebagai kita
ketahui bahwa bangsa Indonenesia terdiri dari beberapa pulau, dan untuk
menyatukannya bukanlah suatu tindakan yang mudah. Setelah Deklarasi Djuanda itu
terjadi yang sudah melahirkan konsep Wawasan Nusantara, laut Nusantara bukan
lagi sebgai pemisah akan tetapi sebagai pemersatu bangsa Indonesia yang
disikapi sebagai wilayah kedaulatan yang mutlak Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tetapi cukup banyak juga Negara yang
tidak mempunyai wawasan, seperti: Thailand, Perancis, Myanmar dan
sebagainya. Indonesia wawasan nasionalnya adalah wawasan nusantara
yang disingkat wasantara. Wasantara adalah cara pandang bangsa Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45 tentang diri dan lingkunganya dalam
eksitensinya yang sarwa nusantara dan penekananya dalam mengekspresikan diri
sebagai bangsaIndonesia di tengah-tengah lingkj\unganya yang sarwa
nusantara itu.
Jelaslah disini bahwa wawantara
adalah pengejawantahan
falsafah pancasila dan UUD 45 dalam wadah Negara Republik Indonesia.
Kelengakapan dan keutuhan pelaksanaan wasantara akan terwujud dalam
terselanggaranya ketahanan nasional Indonesia yang harus senantiasa
ditigkatkan sesuai dengan tuntutan zaman. Ketahanan nasional itu akan dapat
meningkat apabila da pembangunan yang meningkat pula dala koridor wasantara.
Latar Belakang dan Terbentuknya Wawasan Nusantara
Perdana Mentri Djuanda pada tanggal
13 Desember tahun 1957 melalui suatu deklarasi memperkenalkan konsep Wawasan
Nusantara, yang menetapkan bahwa bangsa Indonesia merupakan sebuah Negara
Selanjutnya melalui konsep yang
dikenalkan dengan sebutan Deklarasi Djuanda, ide “Negara kepulauan” mendapatkan
pengakuan internasional. Konvensi huku laut 1982 (United Nation Convention
on Law of the Se) memasukkan konsep archipelagic state sebagai
konsep hokum internasianal. Hal ini merupakan tonggak penting dalam sejarah
perjuangan Indonesia dalam menjadikan konsepsi Wawasan Nusantara
sebagai perwujudan dari Negara kepulauan Indonesia.
Perjuangan Perdana Mentri Djuanda
ini, dilanjudkan oleh Mentri Luar Moctar Kusumaatmadja yang mampu
mengartikulasikan konsepsi Wawasan Nusantara sebagai prinsip-prinsip dasar yang
dapat mempersatrukan Negara RI melalui konsepsi Wawasan Nusantara ini, pamor
Indonesia meningkatkarena konsepsi ini merupakn salah satu terobosan penting
khususnya dalam hokum Internasional.
Sebagai mana diketahui, Indonesia memperjuangkan
konsepsi Wawasan Nusantara sebagai argument untuk mempersatukan pulau-pulau
yang tersebar dari ujung Sumatera sampai Irian Jaya (Papua).
Hanya dengan konsep penetapan batas
laut wilayah sejauh 12 mil saja akan mebuat adanya bagian laut bebas dalam
pulau-pulau Indonesia yang dapat diinterpretasikan sebagai laut
bebas.
Dengan konsepsi Negara kepulauan
maka kelemahan itu behasil ditutupi. Semua laut dalam diantara pulau-pulau atau
di tengah kepulauanIndonesia sudah tidak dapat dihitung lagi sebagai laut
internasional, tetapi sebagai laut pedalaman yang temasuk sebagai kawasan laut
territorial dari suatu Negara kepulauan.
Konsepsi politik kewilayahan ini
dimulai dengan UU No. 4/Prp/1960 yang dalam konferensi Hukum Laut III terus
diperjuangkan dan berujung pada penerimaan UNCLOS 1982 pada 10 Desember 1982.
Pemerintah Indonesia sendiri
tak pelu menunggu waktu yanh terlalu lama untuk meratifikasi Konvensi tersebut
melalui UU No 17 tahun 1984. disamping itu mengenai garis batas Indonesia,
baik laut wilayah, landas kontinen, maupun zona ekonomi eksklusif juga telah
dapat diselaisaikan pada era Menlu Moctar Kusumaatmadja.
Lebih kurang sejak tahun 1969 sampai
tahun 1982 ada sekitar 18 persetujuan menyangkut batas dengan Negara lain yang
berhasil ditandatangani.
Apabila kita bernostalgia, Wawasan
Nusantara sebagai suatu tatanan nilai pemersatu bangsa, lahir sejalan dengan
tumbuhnya bangsa Indonesia. Secara geografis posisi Indonesia yang
diapit oleh dua benua dan dua samudra menjadi suatu mozaik yang utuh apabila
diberi kerangka konsepsi Wawasan Nusantara.
Pada masa dasawarsa 1980-an, tidak
ada yang dapat membantah kebesaran Indonesia apabila dipandang
sebagai satu kasatuan dalam Wawasaan Nusantara. Indonesia bukan hanya
pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, Irian ataupunBali semata-mata. Indonesia dalah
Negara kepulauan yang memiliki arti strategis secara geopolitis bai di kawasan
regional maupun internasianal.
Meskipun demikian, dapat
diperdebatkan bahwa kepemimpinan mantan Presiden Soeharto yang ototarian
mempunyai pengaruh besar kepada penerimaan Wawasan Nusantara sebagai alat
pemersatu bangsa. Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa persatuan dan
kesatuan bangsa dengan menerima konsepsi ini sebenarnya tidak mengakar kuat.
Alasannya adalah karena adanya
dominasi salah satu suku terhadap suku-suku lain. Dalih persatuan dan kesatuan
yang dianggap “Jawa sentris” ini akhirnya menumbuhkan api dalam sekam yang
melemahkan jati diri bangsaIndonesia.
Ide “nation building” yang dicita-citakan
melalui Pancasila akhirnya mengalami dekadensi nilai, seiring daengan perubahan
gaopolitis dan perkembangan teknologi informasi. Sehingga banyak pihak yang
mengambil kesimpulan bahwa di era globalisasi sekarang ini, nilai-nilai luhur
bansa seperti Wawasan Nusantra tersebut tidak dapat membawa Indonesia keluar
dari ketetpurukan.
Pada awal era reformasi tahun 1998,
semua pihak berlomba-lomba berbalik menyerang nialai-nilai yang ada dianggap
sacral pada masa orde baru. Padahal sebagian dari orang-orang tersebut adalah
mereka yang paling menikmati hasil pembangunan pada orde baru dan bahkan
pendukung kuat nilai-nilai tersebut. Akhirnya konsepsi Wawasan Nusantara pun
tak luput menjadi salah satu kambing hitam kegagalan orde baru.
Keadan ini dilukiskan oleh filsuf Thoreau
yaitu ketika ada sekelompok orang-orang di saat Revolusi Amerika, yang seraya
mencela tindakan dan kebijaksanan pemerintah terdahulu, telah mengambil
keuntungan dari keadaan tersebut untuk lepas dari dosa masa lalunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar