Sejarah perjalanan bangsa Indonesia tidak lepas dari keberadaan dan peran
pemuda. Peran pemuda sangat jelas terlihat pada awal perjuangan kemerdekaan,
masa kemerdekaan, dan pascakemerdekaan. Kiprah pemuda di Indonesia diawali pada
1908 yang ditandai dengan berdirinya Budi Utomo. Semangat kebangkitan ini
mengkristal dengan dideklarasikannya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
Peristiwa ini menjadi catatan penting dalam mempersatukan pemuda dan perjuangan
bangsa secara terpadu. Sumpah Pemuda meletakkan arah dan tujuan perjuangan
menentang kolonialisme.
Sumpah Pemuda juga menjadi genealogi-politik menuju Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Pada hari Minggu 28 Oktober 1928,
selayaknya tidak hanya disebutkan sebagai Hari Sumpah Pemuda, melainkan juga
hari lahirnya bangsa Indonesia. Sumpah Pemuda tidak lain sebuah factum unionist
atau akta lahirnya sebuah definisi bangsa berikut unit geografi politiknya
(tanah air Indonesia) dan identitas nasional (bahasa Indonesia dan simbol merah
putih). Kepada anak bangsa sebagai generasi penerus perlu membaca ulang makna
Sumpah Pemuda dengan jiwa dan semangat kebangsaan serta keinginan bersatu yang
tinggi. Seperti pandangan Keith Foulcher (2008) yang menyoroti proses
perkembangan Sumpah Pemuda sebagai suatu simbol nasional yang penting sejak
1928 hingga sekarang. Dalam pemahamannya, Sumpah Pemuda yang kita kenal
sekarang, merupakan suatu hasil dari akumulasi nilai-nilai yang disisipkan dan
dititipkan sejak peristiwa 84 tahun silam itu. Ketika itu dalam dada kaum muda
ada sebuah ikon untuk mengusir Hindia Belanda. Ini merupakan sebuah cikal bakal
sebuah bangsa yang otonom dan mandiri.
Sumpah Pemuda merefleksikan adanya unsur rakyat Indonesia yang ketika itu
mengihktiarkan sebuah negara yang merdeka, keluar dari ketertindasan oleh
penjajah kolonial Belanda. Berbagai peristiwa menjadikan bukti nyata bahwa
pemuda selalu menjadi garda terdepan dalam usaha-usaha perbaikan bangsa. Benang
merah dari berbagai peristiwa tersebut, bahwa pemuda Indonesia selalu menempatkan
dirinya sebagai agen perubahan (agent of change) bagi negerinya. Konsepsi
peranan ini menempati pikiran dan tindakan mereka untuk selalu menggelorakan
perubahan pada bangsa ini. Namun sayang, Sumpah Pemuda sejak tahun 1928 itu
telah dipolitisasi dari masa ke masa. Pemuda dijadikan alat politik untuk
mengejar kekuasaan. Selayaknya dibutuhkan proses penyadaran terhadap pemuda
agar bersikap kritis. Ikut membangun bangsa dan negara melalui keahliannya
masing-masing. Jangan sampai diperalat untuk kepentingan penguasa yang hanya
mencari keuntungan pribadi atau kelompok. Di tangan pemuda, sebuah perubahan
bisa terjadi. Sebab, daya imajinasi, kreasi, dan inovasi senantiasa melekat
pada semangat generasi muda.
Menurut pengamat sosial Universitas Indonesia Devie Rachmawati, populasi
pemuda yang sangat besar bisa menjadi sebuah berkah demografi yang pantas
disyukuri. Hal ini mengingat di sejumlah negara Eropa dan Jepang jumlahnya
mengalami penurunan produktivitas karena jumlah orang tua yang besar dan
tingkat produktivitas pemudanya menurun. “Namun,jumlah besar ini bisa menjadi
bencana demografi jika kualitas pemuda Indonesia kurang menjanjikan,” jelas
Devie yang juga menyarankan agar pemerintah mempunyai grand design yang jelas
tentang arah pembangunan ke depan. Sebab, pemuda sebagai bagian dari potensi
pembangunan perlu diberdayakan agar mampu berkiprah dalam memajukan bangsa, dan
mereka siap menghadapi tantangan global.
Sumber : http://febriarahma-dewi.blogspot.com/